Home / Cakrawala / Politik Desa / Geopolitik Desa

Geopolitik Desa

🌾 “Indonesia harus membaca dirinya bukan hanya sebagai bangsa kepulauan, tetapi sebagai kekuatan geopolitik dunia. Think tank ini hadir untuk memastikan pangan, energi, dan pertahanan menjadi instrumen kedaulatan, bukan kelemahan … ” 

Ketika mendengar kata geopolitik, sebagian orang membayangkan peta dunia, perang antarnegara, atau diplomasi di panggung internasional. Padahal, geopolitik sebenarnya dimulai dari hal yang sederhana—desa. Dari desa, pangan diproduksi, energi digali, dan pemuda ditempa menjadi garda pertahanan bangsa. Desa adalah dapur besar Indonesia. Dari sawah yang hijau, ladang jagung, hingga tambak ikan dan laut yang kaya, semua hasilnya mengalir ke kota. Jika desa kuat dalam pangan, bangsa ini tidak akan mudah diguncang krisis pangan global, sebagaimana terjadi di banyak negara saat pandemi dan perang

Namun, desa seringkali hanya dipandang sebagai pemasok mentah. Harga gabah turun naik, nelayan kesulitan menjual ikan, dan infrastruktur pasar terbatas. Padahal, ketahanan pangan nasional seharusnya berangkat dari desa. Jika desa diperkuat teknologi irigasi pintar, pupuk ramah lingkungan, dan akses pasar digital, desa akan menjadi benteng pangan sejati. Selain pangan, desa juga menyimpan energi dunia. Di Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku, terdapat cadangan nikel, bauksit, dan timah yang jadi rebutan global. Mineral-mineral itu adalah kunci transisi energi—untuk baterai mobil listrik, panel surya, dan industri masa depan. Ironisnya, banyak desa penghasil tambang tetap miskin. Jalan desa rusak, air bersih sulit, dan masyarakat hanya jadi penonton truk tambang yang melintas. Jika tata kelola tambang tidak adil, desa hanya akan menanggung beban lingkungan tanpa menikmati manfaat pembangunan.

Di sinilah pentingnya hilirisasi berbasis partisipasi desa. Dana CSR harus benar-benar kembali ke masyarakat, desa harus punya suara dalam pengelolaan tambang, dan hasil energi harus ikut membiayai sekolah, kesehatan, dan ekonomi lokal. Dengan begitu, energi dunia benar-benar berasal dari desa untuk kesejahteraan warganya. Selain pangan dan energi, desa juga menjadi lumbung pertahanan. Banyak prajurit TNI dan aparat keamanan lahir dari desa. Jiwa patriotisme mereka berakar dari kecintaan pada kampung halaman, sawah, dan tanah leluhur. Inilah modal sosial yang sering terlupakan dalam membicarakan pertahanan.

Pertahanan bukan hanya soal senjata. Desa yang sejahtera akan menghasilkan pemuda tangguh yang bisa menjadi tentara, peneliti, teknolog, bahkan diplomat. Pertahanan desa juga bisa berbentuk ketahanan pangan, energi lokal, hingga keamanan digital desa. Pemuda desa adalah benteng pertama kedaulatan bangsa. Jika mereka mendapat akses pendidikan, teknologi, dan kesempatan, mereka akan tumbuh sebagai kader strategis Indonesia. Dari desa kecil bisa lahir pemimpin besar yang membawa nama Indonesia di panggung internasional.

Semua ini menunjukkan bahwa desa adalah pusat geopolitik sejati. Geopolitik tidak hanya tentang batas negara, tetapi juga tentang siapa yang menguasai pangan, energi, dan pertahanan. Jika desa ditinggalkan, bangsa akan rapuh. Jika desa diperkuat, Indonesia akan kokoh. Sayangnya, desa masih sering tersisih dalam kebijakan nasional. Banyak program strategis berhenti di kota besar atau ibu kota provinsi. Padahal, tanpa desa, kebijakan itu tidak punya kaki. Saat dunia bicara tentang ketahanan pangan, energi hijau, dan pertahanan Indo-Pasifik, desa seharusnya menjadi aktor utama.

Untuk itulah dibutuhkan lembaga pemikir (think tank) yang bisa menjembatani desa dengan kebijakan nasional dan global. Lembaga seperti Indonesia Strategic Resource & Defense Studies Institute hadir untuk menempatkan desa sebagai titik awal dalam strategi pangan, energi, dan pertahanan Indonesia. Lembaga ini terinspirasi dari keberhasilan SETA di Turki, yang menjadi mesin intelektual mendukung kepemimpinan Erdoğan dan mengubah arah kebijakan nasional. Dengan riset, advokasi, dan diplomasi publik, ISRDSI ingin memastikan desa tidak sekadar jadi penonton, tetapi aktor utama dalam geopolitik Indonesia.

Dengan pendekatan integratif, lembaga ini mendorong tiga divisi riset: Agromaritim & Pangan, Pertambangan & Energi Strategis, dan Teknologi Pertahanan & Geopolitik. Ketiganya bekerja dengan satu komando: menjadikan desa sebagai fondasi kedaulatan. Pada akhirnya, geopolitik besar dimulai dari desa kecil. Dari sawah yang menghijau, tambang yang berkilau, hingga pemuda yang bersemangat menjaga negeri. Jika desa kuat, bangsa ini akan berdiri tegak, berdaulat, dan diperhitungkan di panggung dunia. Desa bukan pinggiran, desa adalah pusat masa depan Indonesia.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *