Di tengah era digital yang serba cepat, ketika gawai dan media sosial menjadi candu generasi muda, ada satu arus sunyi namun kuat yang mengalir dari serambi masjid ke penjuru Nusantara. Ia tak kasat mata bagi media arus utama, tetapi nyata dampaknya di tengah masyarakat: gerakan kebangkitan remaja masjid, yang kini menjelma sebagai tonggak perubahan sosial berbasis nilai, iman, dan ketuhanan.
Gerakan ini dipelopori oleh BKPRMI (Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia) yang selama lebih dari empat dekade berdiri teguh sebagai garda depan dakwah dan pendidikan generasi muda. Dari Sabang hingga Merauke, dari pesisir hingga pegunungan, para pemuda masjid kini bukan hanya menghidupkan masjid dengan ibadah, tapi juga menjadi aktor perubahan: mendidik anak-anak lewat TPA, membantu kaum dhuafa, menggerakkan ekonomi mikro, hingga merawat akhlak generasi lewat literasi Qur’ani.
Salah satu contoh nyata adalah program “Sejuta Cinta untuk Guru Ngaji”, yang tidak hanya menjadi bentuk penghormatan terhadap para pendidik Al-Qur’an, tapi juga membangun solidaritas antar generasi. Program ini mendorong remaja masjid untuk menjadi agen distribusi kebaikan, menyalurkan paket sembako dan THR ke ribuan guru ngaji di seluruh Indonesia. Tak hanya berbagi, mereka juga belajar menghargai nilai perjuangan, dedikasi, dan peran ruhani dalam membentuk akhlak bangsa.
Pemuda Masjid sebagai Pilar Peradaban
Di Desa Pepelegi Waru, Sidoarjo, misalnya, Remaja Masjid Al-Qadr telah menginspirasi banyak desa dengan program-program kreatifnya: santunan anak yatim, kajian rutin, kerja bakti, halal bihalal, hingga gerakan cinta Al-Qur’an. Mereka tidak menunggu dunia berubah—mereka bergerak untuk mengubahnya, dimulai dari masjid sebagai pusat peradaban.
Inisiatif-inisiatif ini bukanlah gerakan sporadis. Semua itu terstruktur, terpola, dan didampingi oleh pembinaan berkelanjutan dari BKPRMI. Ketua Umum BKPRMI, KH. Nanang Mubarok, menyampaikan dengan tegas:
“Remaja masjid hari ini adalah negarawan masa depan. Mereka bukan hanya kader dakwah, tapi kader pemimpin umat dan bangsa. Jika kita ingin Indonesia bangkit secara ruhani dan moral, maka bangkitkanlah masjid-masjidnya, hidupkanlah pemuda-pemudanya.”
Pernyataan ini bukan sekadar seruan normatif. Di bawah kepemimpinan KH. Nanang Mubarok, BKPRMI memperkuat posisi remaja masjid sebagai simpul strategis pembangunan karakter bangsa, dengan menekankan tiga aspek utama: Ketuhanan yang transformatif, Kebangsaan yang inklusif, dan Kepemudaan yang produktif.
Kembali ke Masjid, Menata Ulang Masa Depan
Masjid bukan hanya tempat ibadah—ia adalah kampus terbuka, laboratorium sosial, dan pusat regenerasi nilai. Di situlah para pemuda digembleng dengan semangat ukhuwah, tanggung jawab sosial, dan spiritualitas yang mendalam.
Apa yang dilakukan BKPRMI hari ini bukan sekadar rebranding masjid menjadi “tempat yang ramah pemuda”, tetapi membangun kesadaran bahwa masa depan bangsa tergantung pada siapa yang mengisi ruang-ruang suci itu hari ini. Maka, ketika remaja masjid mengambil peran aktif dalam pembangunan sosial dan spiritual masyarakat, sesungguhnya mereka sedang meletakkan pondasi peradaban ketuhanan yang berakar dari nilai-nilai Nusantara.
Dari Masjid Menuju Perubahan
Gebrakan pemuda masjid di seluruh Indonesia hari ini adalah bukti bahwa perubahan tidak harus selalu berisik. Ia bisa hadir dari tempat paling tenang: dari lantunan ayat suci, dari tangan yang mengemas sembako untuk guru ngaji, dari kaki yang berjalan ke rumah anak yatim, dari suara yang mengingatkan sesama untuk kembali kepada Tuhan.
Dan BKPRMI, melalui komando dan visi besar KH. Nanang Mubarok, terus menjadi pelita dalam gerakan sunyi ini. Karena sesungguhnya, peradaban yang agung selalu dimulai dari masjid yang makmur, dan pemuda yang terdidik.