Home / Cakrawala / Politik Desa / Bangkitnya Desa, Bangkitnya Bangsa: Menyatukan Kembali Rakyat dan TNI dalam Visi Indonesia Maju

Bangkitnya Desa, Bangkitnya Bangsa: Menyatukan Kembali Rakyat dan TNI dalam Visi Indonesia Maju

Langkah bersejarah yang diambil oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam mengembalikan peran strategis TNI dalam sektor sipil, khususnya kesehatan dan ekonomi desa, mencerminkan sebuah arah baru pembangunan nasional yang berbasis pada prinsip “rakyat sebagai pusat kekuatan negara”. Kebijakan yang memungkinkan TNI memproduksi obat-obatan murah untuk masyarakat, membangun rumah sakit di daerah terpencil, serta mendistribusikannya melalui koperasi desa, bukan sekadar program sektoral—melainkan strategi geopolitik domestik yang bertumpu pada kedaulatan dan keadilan sosial.

Di desa-desa, tempat di mana ketimpangan dan keterisolasian sering kali masih terasa, hadirnya TNI dengan tugas-tugas baru seperti memproduksi obat melalui laboratorium militer dan menyediakannya lewat 80.000 koperasi yang dibentuk negara, menjadi simbol nyata kehadiran negara. Koperasi Desa Merah Putih tidak hanya akan menjadi saluran distribusi ekonomi, tapi juga menjadi episentrum penyatuan antara aparat negara dan masyarakat sipil. Rakyat tidak lagi melihat TNI hanya sebagai penjaga batas dan keamanan, tetapi juga sebagai pelindung kesehatan, penjamin distribusi pangan, dan sahabat dalam pembangunan.

Kebijakan ini lahir dalam konteks politik yang kuat—dimana revisi Undang-Undang TNI yang membuka ruang bagi tentara aktif menjabat di sektor sipil telah menimbulkan kontroversi. Namun di balik kontroversi itu, terdapat keinginan besar: membangun kembali sistem pertahanan rakyat semesta, di mana militer dan warga sipil tidak berseberangan, melainkan berjalan seiring. Jika pada masa Orde Baru TNI dipandang terlalu dominan, kini yang dibangun adalah TNI yang melayani—bukan mengatur, tetapi menguatkan rakyat hingga ke pelosok.

Momentum ini semakin kuat ketika Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menandatangani kerja sama dengan BPOM untuk membuka jalur produksi obat publik oleh laboratorium militer. Di saat harga obat di pasaran melonjak dan mafia farmasi merajalela, inisiatif ini adalah terobosan revolusioner. Bayangkan, desa-desa terpencil dari Papua hingga perbatasan Kalimantan akan menerima pasokan obat dengan harga 50% lebih murah—bahkan gratis untuk kelompok rentan. Ini bukan sekadar distribusi, ini adalah keadilan sosial yang dijalankan dengan disiplin militer.

Prabowo juga menyiapkan strategi jangka panjang dengan membangun rumah sakit militer di daerah-daerah konflik seperti Papua. Dengan mengerahkan tenaga medis TNI yang terlatih di garis depan, warga desa tidak hanya mendapatkan layanan kesehatan, tetapi juga merasa aman dan dilindungi. Upaya ini sekaligus menciptakan jembatan empati antara negara dan komunitas lokal yang selama ini merasa terabaikan. TNI menjadi wajah negara yang menyembuhkan, bukan yang menakutkan.

Koperasi Desa Merah Putih akan menjadi tulang punggung ekonomi rakyat. Tak hanya menjual obat dan sembako, koperasi ini menyediakan pembiayaan mikro, mendukung UMKM desa, serta menjadi basis pengumpulan data ekonomi mikro yang berguna bagi kebijakan fiskal nasional. Data koperasi desa bisa menjadi sensor ekonomi awal yang jauh lebih akurat dan kontekstual dibanding indikator makro biasa. Ini adalah fondasi ekonomi gotong-royong yang dibungkus dengan sistem digital modern dan dikawal oleh institusi pertahanan negara.

Langkah Prabowo tak lepas dari konteks geopolitik global: krisis pangan, konflik energi, dan disrupsi global akibat rivalitas AS-Tiongkok. Indonesia tidak bisa bertahan dengan model ekonomi yang hanya bergantung pada pasar global. Dengan membangkitkan ekonomi desa, menjadikan TNI aktor pembangunan, dan memperkuat ketahanan sosial dari bawah, Indonesia memperkuat posisinya sebagai negara yang mandiri, tahan guncangan, dan berpihak pada rakyat.

Harapan ke depan adalah terwujudnya kembali semangat “manunggalnya TNI dan rakyat” seperti era awal kemerdekaan, namun dalam konteks demokrasi yang adaptif. Bukan sebagai pengulangan masa lalu yang represif, tetapi sebagai model baru di mana ketegasan dan pelayanan bersatu dalam satu nadi pembangunan. Desa bukan lagi sekadar objek pembangunan, tetapi episentrum kebangkitan nasional.

Inilah arah Indonesia ke depan—mengembalikan fungsi negara di desa melalui tangan-tangan TNI yang kini bukan hanya menjaga perbatasan, tetapi juga menyalurkan pangan, merawat yang sakit, dan membangkitkan koperasi. Ketika desa kuat, negara kuat. Dan ketika rakyat bersatu dengan tentaranya, tidak ada yang dapat menggoyahkan Indonesia.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *