Bayangkan sebuah desa yang tak hanya memproduksi hasil tani, kerajinan, atau layanan jasa, tetapi juga menjualnya langsung ke konsumen di kota—bahkan ke luar negeri—tanpa meninggalkan ladang atau bengkel. Ini bukan mimpi. Ini adalah wajah baru desa: Desa Digital.
🌱 Dari Sawah ke Layar: Cerita Perubahan
Di masa lalu, petani atau pengrajin desa harus bergantung pada tengkulak atau pasar kota. Namun kini, dengan koneksi internet dan platform e-commerce, petani bisa langsung menjual kopi robusta dari kebun ke pembeli di Jakarta. Tukang las desa bisa menerima pesanan pagar besi lewat WhatsApp. Bahkan pemilik warung kopi bisa memasarkan menu spesialnya lewat Instagram dan menerima pesanan daring.
Fenomena ini bukan hanya terjadi di satu tempat. Negara seperti Tiongkok sukses membangun “Desa Taobao”, yaitu komunitas desa yang seluruh ekonominya terintegrasi dengan e-commerce (Fei et al., 2025). Pemerintah mereka mendorong hal ini lewat pelatihan digital, logistik desa, dan kebijakan pajak khusus. Hasilnya? Desa-desa miskin berubah menjadi pusat ekonomi digital baru.
🏞️ Indonesia Bisa Apa?
Kita tidak kalah. Di Jawa Barat, program Desa Digital sudah mulai menggeliat. Evaluasi program ini menunjukkan bahwa dengan pelatihan dan pendampingan, pelaku UKM desa bisa menggunakan platform digital dengan efektif untuk menjual produk mereka (Adiningtyas & Gunawan, 2021).
Namun, tantangannya nyata:
- Sinyal internet masih timpang
- Banyak warga belum melek digital
- Modal dan pengetahuan e-commerce masih minim
Tapi, seperti kata pepatah: di mana ada kemauan, di situ ada jalan digital.
⚙️ Desa Digital Bukan Sekadar Internet
Desa digital bukan hanya soal jaringan internet. Ini tentang pemberdayaan:
- Literasi digital: warga belajar membuat katalog produk, strategi promosi, hingga cara menerima pembayaran digital.
- Koperasi digital desa: menjadi aggregator, pusat logistik, dan pelatihan bersama.
- Kemitraan pintar: antara pemda, universitas, startup, dan komunitas desa.
Negara seperti Jepang telah membuktikan bahwa konsep “One Village One Product” bisa dikembangkan menjadi gerakan e-commerce desa yang global (Chatterjee, 2019).
💡 Inspirasi Itu Dekat
Bayangkan seorang ibu rumah tangga di desa menjual olahan keripik pisang lewat marketplace. Atau remaja desa mengelola akun TikTok untuk mempromosikan produk pertanian organik. Atau kepala desa membuat dashboard digital untuk melacak hasil panen dan potensi wisata lokal.
Semua itu mungkin, asal ada kemauan dan dukungan.
Desa digital adalah tentang membuka peluang, menjembatani kesenjangan, dan mengubah cara pandang: bahwa desa bukan tertinggal, tetapi hanya menunggu untuk tersambung. Mari kita sambut era baru: desa yang cerdas, mandiri, dan terkoneksi dengan dunia.