PUSKATRA

Pusat Studi Kebudayaan Strategis Indonesia (PUSKATRA) lahir dari kesadaran bahwa bangsa yang besar tidak hanya diukur dari kekuatan ekonomi dan militer, tetapi juga dari kedalaman kebudayaan dan kekuatan narasi identitasnya. Visi yang diusung adalah mewujudkan kebijakan kebudayaan yang berbasis riset, berakar pada identitas bangsa, dan berdaya global. Dengan visi ini, PUSKATRA menempatkan riset sebagai fondasi dalam merumuskan arah kebijakan kebudayaan, sekaligus memastikan bahwa seni dan tradisi Nusantara tidak sekadar menjadi artefak, melainkan sumber daya strategis bangsa dalam percaturan global.

Struktur PUSKATRA dibangun melalui lima badan riset yang saling melengkapi. Pusat Data dan Statistik Budaya menghimpun dan menganalisis data kebudayaan nasional agar kebijakan lahir dari basis yang objektif. Divisi Penerbitan dan Jurnal menyebarluaskan pengetahuan melalui publikasi ilmiah dan karya populer, menjembatani hasil riset dengan masyarakat luas. Unit Inkubasi Ide dan Lab Seni Eksperimental menjadi ruang lahirnya gagasan baru, tempat seniman dan peneliti berkolaborasi menemukan bentuk ekspresi baru yang tetap berpijak pada akar lokal. Sekretariat Jaringan Komunitas Budaya memperkuat simpul-simpul budaya rakyat agar tetap hidup dan terhubung dalam jaringan nasional. Sementara Hub Kolaborasi Internasional dan UNESCO membuka ruang diplomasi budaya, memastikan bahwa suara dan identitas Indonesia hadir di panggung dunia.

Kerja PUSKATRA tidak bisa berdiri sendiri. Karena itu, lembaga ini membangun mitra strategis lintas sektor: pemerintah melalui Kemendikbudristek, BRIN, Bappenas, Kemlu, dan Kemenparekraf; akademisi dari perguruan tinggi nasional seperti UGM, UI, ITB, ISI, dan universitas budaya daerah; komunitas melalui sanggar seni, forum adat, dan akademi rakyat; serta lembaga internasional seperti UNESCO, British Council, Goethe-Institut, dan Japan Foundation. Dengan jejaring ini, PUSKATRA menjadi simpul kolaborasi yang menyatukan negara, rakyat, dan dunia dalam visi kebudayaan Indonesia.

Dari sisi pembiayaan, keberlanjutan PUSKATRA didukung oleh skema berlapis: dana APBN dan Dana Alokasi Khusus (DAK Budaya), hibah lembaga donor, CSR perusahaan, hingga dana abadi kebudayaan yang dapat dihimpun melalui diaspora, investor, dan wakaf produktif. Model ini tidak hanya mengamankan pendanaan, tetapi juga melibatkan partisipasi publik dan dunia usaha dalam merawat kebudayaan bangsa.

Keberhasilan PUSKATRA akan diukur melalui Indeks Riset Kebudayaan Nasional (IRKN), penyusunan Rencana Induk Riset Budaya 20 Tahun, peningkatan jumlah publikasi, paten budaya, serta produk kebijakan yang berdampak. Indikator lainnya adalah bertambahnya komunitas dampingan dan tumbuhnya inkubasi budaya di berbagai daerah. Dengan demikian, PUSKATRA tidak berhenti pada wacana, melainkan terukur melalui capaian konkret yang dirasakan masyarakat.

Lebih dari sekadar lembaga riset, PUSKATRA hadir sebagai pusat kesadaran kolektif bangsa. Di tengah krisis identitas, polarisasi sosial, dan arus homogenisasi budaya digital global, lembaga ini berperan sebagai penyangga kebudayaan nasional sekaligus akselerator masa depan seni Indonesia. Ia menjadi mercusuar yang mengingatkan kita bahwa budaya bukan warisan mati, melainkan kekuatan hidup yang dapat memandu arah pembangunan bangsa.

“Tanpa lembaga riset seni budaya yang kuat, kita hanya akan menjadi penikmat, bukan pencipta peradaban.”
Panglima Desa